RAMADHAN DAN PROSES PEMBELAJARAN
Syukur Alhamdulillah, Ramadhan yang merupakan bulan ujian khususnya bagi umat muslim telah dapat dilalui, meski bencana alam ; “ Gempa Jabar ” yang terjadi di pertengahan bulan telah membuat saudara-saudara kita telah kehilangan sanak saudara dan handai taulan, harta benda , juga fasilitas-fasilitas pendidikan sehingga ribuan anak didik ‘entah dalam waktu berapa lama’ tidak dapat mengikuti proses belajar-mengajar dalam kondisi yang wajar. Namun mudah-mudahan dalam kondisi apapun, proses pembelajaran di tempat-tempat bencana tersebut kiranya dapat terus dilaksanakan sambil menunggu proses rekondisi dan rehabilitasi yang tentunya akan dilaksanakan secepatnya oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah.
Terlepas dari bencana alam yang telah terjadi, Ramadhan banyak memberi pembelajaran bagi kita semua. Hikmah-hikmah bagi hidup dan kehidupan manusia sebagaimana banyak disampaikan oleh para da’i kondang di layar kaca telah diketahui oleh kita semua.
Bagi dunia pendidikan, Ramadhan telah mengajarkan tiga perkara yang sangat penting guna ditindaklanjuti dalam kurun waktu sebelas bulan pasca Ramadhan. Pertama Ketaatan . Ramadhan yang di dalamnya terdapat kewajiban menjalankan ibadah puasa merupakan sebuah contoh ketaatan manusia sebagai makhluk kepada Sang Pencipta yang sangat luar biasa.
Perintah yang secara gamblang memerintahkan menjalankan ibadah puasa hanya terdapat pada satu ayat diantara 6666 ayat dalam Al-Qur’an. “ Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagiamana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan kamu menjadi orang yang taqwa “ Q.S. Al-Baqarah 183.
Sungguh sebuah perintah yang sangat luar biasa ketika ratusan juta umat islam kemudian menampakan ketaatannya pada Sang Pencipta padahal dalam ayat-ayat selanjutnya tidak terselip sedikitpun keterangan mengenai reward apa yang akan diterima bagi yang menjalankan perintah tersebut. Juga tidak disebutkan punishment apa pula bagi orang yang tidak menjalankan perintah tersebut. Bahkan Rasululloh hanya menyebutkan Firman Alloh SWT dalam sebuah hadist qudsi yang menyebutkan “ Puasa itu bagiKu, dan Aku yang akan menentukan pahala bagi orang yang berpuasa...”.
Pelajaran ini tentunya sangat berharga bagi dunia pendidikan saat ini, bahwa sesungguhnya untuk dapat menggali potensi peserta didik bukanlah hanya dengan reward ataupun punisment saja. Peserta didik yang sungguh-sungguh belajar diganjar dengan nilai yang baik, sebaliknya anak yang “kurang baik” ditindak dengan nilai kurang. Namun “motivasi” yang tepatlah kata kuncinya, sebagaimana Alloh SWT memberikan statment diakhir ayat, “La’allakum Tattaquun” .
Kedua, Pengendalian diri. Puasa mengajarkan kita bagaimana mengendalikan diri agar terhindar dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan juga membatalkan pahala puasa. Kunci dari pengendalian diri adalah “kesabaran”. Kesadaran bahwa kesabaran akan membuahkan kebahagiaan dan kebanggaan tercermin dari bagaimana kita merasakan kebahagiaan dan kebanggaan itu datang ketika kita berbuka puasa maupun setelah hari iedul fitri tiba. kebahagiaan dan kebanggaan yang tidak dirasakan oleh orang-orang yang tidak menjalankan puasa meski sama-sama ‘makan’ atau ‘minum’ di waktu magrib ataupun memakai pakaian ‘baru’ di hari iedul fitri.
Hal ini mengajarkan kepada dunia pendidikan kita bahwa untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik membutuhkan kesabaran yang tinggi. Tidak dengan cara instant misalnya mematok ‘nilai tinggi’ sebagai syarat ‘kelulusan’ ujian nasional yang ujung-ujungnya semua sekolah berusaha dengan berbagai cara agar “anak didiknya” melewati batas nilai lulus yang ditetapkan. Namun banyak pendidik yang anak didiknya lulus 100%, tetapi kehilangan kebanggaan sebagai seorang pendidik.
Bagi peserta didik, ‘kesabaran’ untuk mengikuti semua proses pembelajaran, mempelajarinya dengan seksama, dan menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat mengganggu proses kegiatan belajar mengajar merupakan kunci untuk mencapai tingkat penguasaan ilmu yang dipelajarinya. Nilai yang terpampang di Buku Laporan Hasil Belajar (LHB) hendaknya bukan merupakan tujuan utama, namun penguasaan materi dan konsep-konsep yang seharusnya dikedepankan.
Banyak pakar pendidikan kita yang mengatakan bahwa “Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya...”
Ketiga, Persaudaraan atau kolektifitas. Puasa mengajarkan kepada kita akan pentingnya menumbuhkan tingkat persaudaraan atau kolektivitas. Orang yang berpuasa akan merasakan kebahagiaan ketika ada orang yang ikut berbuka puasa di rumah mereka, juga merasakan kebahagiaan apabila telah dapat membayar zakat fitrah meski tingkat kebutuhan menjelang akhir Ramadhan sedemikian tinggi. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa berbagi. Ketika kita merasakan empati terhadap sesama.
Biaya penyelenggaraan pendidikan merupakan komponen yang senantiasa menjadi kendala peningkatan mutu. Pemerintah memang telah mengambil alih pada tataran pendidikan dasar dan menengah pertama namun kemampuan pemerintah ternyata baru ‘sebatas’ pembiayaan pokok saja, sedangkan peningkatan mutu berupa standarisasi sarana dan prasarana pendidikan belum dapat dijangkau seluruhnya.
Masyarakat sebenarnya masih dapat dilibatkan dalam pembiayaan, sebagaimana sedang dipromosikan ahir-akhir ini. Berupa sumbangan sukarela untuk kegiatan ekstrakurikuler dan itupun bagi yang mampu. Namun ketentuan sumbangan sukarela ini harus diatur sebaik mungkin sehingga tidak terjadi lagi penyamarataan biaya pendidikan seperti dulu. Pemberian kesadaran kepada masyarakat, transparansi sekolah terhadap analisa kebutuhan serta pengawasan menjadi kunci keberhasilan program ini.
Dalam proses belajar-mengajar, semenjak digulirkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana orientasi pembelajaran yang diletakkan pada bagaimana guru mengajar (teacher oriented) dirubah menjadi bagaimana siswa belajar (student ortiented) dan kemudian mengadopsi pola atau metode-metode belajar kolektif dan kooferatif dari negara-nagara barat mulai dikembangkan.
Manusia memiliki derajat potensi , latarbelakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan , manusia dapat silih asah (mencerdaskan) satu dengan yang lainnya. Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku tetapi juga sesama siswa.
Menurut Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif’ adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan di dalam masyarakat nyata”. Hal ini sesuai dengan makna Ramdhan, Puasa dan juga zakat fitrah yang telah diperoleh sehingga tinggal memoles dan mengimplementasikannya di dunia pendidikan kita.
Demikian semoga bermanfaat. Minal A’idin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan bathin.
Komentar