Pemerintah Akan Menghapus Tenaga Honorer
Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negar (BKN) dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat untuk menghapus tenaga honorer dari seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Keputusan itu sesuai yang tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Keputusan ini tentu saja sangat meresahkan tenaga honorer di semua instansi pemerintah, mengingat banyak diantara mereka yang puluhan tahun bertahan sebagai tenaga honorer meski dengan gaji yang sangat minim.
Keputusan ini pun akan sangat berdampak terhadap kelangsungan pelayanan publik khususnya pada bidang-bidang tertentu, misalnya tenaga honorer fungsional baik itu guru, dokter, peyuluh pertanian, dan lain-lain. Hal ini karena kebutuhan tenaga profesional tersebut memang dibutuhkan di instansi masing-masing dan tak bisa diganti sembarang orang karena memang harus memiliki kapasitas tenaga profesional di bidangnya.
Optimalisasi tenaga ASN yang ada bisa dilakukan, namun di beberapa instansi seprti tenaga pendidik kebutuhan tenaga honorer memang sangat vital karena tenaga ASN yang ada tidak dapat dipaksakan untuk menghandle semua kebutuhan, hal inilah yang membuat instansi misalnya sekolah merekrut tenaga honorer.
Selama ini nasib tenaga honorer memang selalu terpinggirkan, terutama yang usianya telah melewati batas minimal usia yang dipersyaratkan mengikuti test CPNS yaitu 35 tahun. Memang ada kesempatan untuk mengikuti rekrutment tenaga P3K, namun kembali harus bersaing mengingat kuota tenaga P3K pun sangatlah terbatas, bahkan tenaga honorer yang telah dinyatakan "lulus" pada seleksi pertama Tahun 2019, hingga saat ini mereka masih menunggu kepastian nasib mereka karena hingga detik ini belum ada langka-langkah lanjutan setelah mereka dinyatakan lulus.
Alangkah bijaknya bila seleksi P3K atau khususnya dengan menitikberatkan pada usia serta masa kerja mereka sebagai tenaga honorer, supaya kuota yang ada dapat memangkas jumlah tenaga honorer dari usia yang paling atas dan secara bertahap dapat diselesaikan tepat pada waktunya (Pemerintah memberi kesempatan tenaga honorer mengikuti test P3K 5 tahun dihitung mulai Tahun 2018).
Keputusan ini tentu saja sangat meresahkan tenaga honorer di semua instansi pemerintah, mengingat banyak diantara mereka yang puluhan tahun bertahan sebagai tenaga honorer meski dengan gaji yang sangat minim.
Keputusan ini pun akan sangat berdampak terhadap kelangsungan pelayanan publik khususnya pada bidang-bidang tertentu, misalnya tenaga honorer fungsional baik itu guru, dokter, peyuluh pertanian, dan lain-lain. Hal ini karena kebutuhan tenaga profesional tersebut memang dibutuhkan di instansi masing-masing dan tak bisa diganti sembarang orang karena memang harus memiliki kapasitas tenaga profesional di bidangnya.
Optimalisasi tenaga ASN yang ada bisa dilakukan, namun di beberapa instansi seprti tenaga pendidik kebutuhan tenaga honorer memang sangat vital karena tenaga ASN yang ada tidak dapat dipaksakan untuk menghandle semua kebutuhan, hal inilah yang membuat instansi misalnya sekolah merekrut tenaga honorer.
Selama ini nasib tenaga honorer memang selalu terpinggirkan, terutama yang usianya telah melewati batas minimal usia yang dipersyaratkan mengikuti test CPNS yaitu 35 tahun. Memang ada kesempatan untuk mengikuti rekrutment tenaga P3K, namun kembali harus bersaing mengingat kuota tenaga P3K pun sangatlah terbatas, bahkan tenaga honorer yang telah dinyatakan "lulus" pada seleksi pertama Tahun 2019, hingga saat ini mereka masih menunggu kepastian nasib mereka karena hingga detik ini belum ada langka-langkah lanjutan setelah mereka dinyatakan lulus.
Alangkah bijaknya bila seleksi P3K atau khususnya dengan menitikberatkan pada usia serta masa kerja mereka sebagai tenaga honorer, supaya kuota yang ada dapat memangkas jumlah tenaga honorer dari usia yang paling atas dan secara bertahap dapat diselesaikan tepat pada waktunya (Pemerintah memberi kesempatan tenaga honorer mengikuti test P3K 5 tahun dihitung mulai Tahun 2018).
Komentar